Budaya Daerah
Budaya Kita Bisa Bradaptasi Dengan Budaya Modern!
1. Objek Wisata
Benteng Rotterdam.
Benteng rotterdam yang juga dikenal dengan nama benteng Ujung Pandang adalah peninggalan sejarah kejayaan dan keperkasaan kerajaan Gowa pada abad ke 17. Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh raja Gowa ke IX. Beliau dikenal dengan nama I Margau Daeng Bonto Karaeng Lakiung, yang dikenal dengan nama Karaeng Turipalangga Ulaweng. Kini bangunan yang ada di dalam benteng rotterdam dimanfaatkan oleh suaka peninggalan sejarah dan purbakala, pusat kebudayaan dan musium lagaligo. Terletak di jantung kota Makassar, ke arah pantai Losari. Untuk menuju ke lokasi bisa ditempuh dengan berbagai jenis kendaraan. Di sekitar lokasi tersedia area parkir yang luas, hotel berbintang, restoran, kaffee, travel, toko souvenir, pusat perbelanjaan, wartel, bank dan objek wisata.
Islamic Center.
Al-Markas Al-Islami didirikan pada tanggal 8 Mei 1984 atas prakarsa Jendral M Yusuf sebagai pusat pengembangan agama Islam . Tempat ini didesain sedemikian rupa sehingga dapat mencerminkan pengintegrasian nilai-nilai Islam diwarnai dengan kebudayaan lokal dan modern. Terletak di Jalan Mesjid Raya, sekitar 2 Km dari pusat kota Makasar, dengan luas sekitar 10 Hektar. Di tempat ini terdapat fasilitas ruang shallat, sekolah, perpustakaan, ruang serba guna, wartel dan tempat parkir.
Monumen Mandala.
Monumen ini dibangun untuk memperingati dan menjadikan pedoman nilai-nilai kepahlawanan bangsa Indonesia dalam usaha membebaskan Irian Barat dari tangan kolonial pada tahun 1963. Terletak di tengah kota Makasar tepatnya di Jalan Jendral Sudirman. Monumen ini dilengkapi dengan gedung serbaguna, panggung pertunjukan sebagai pusat hiburan kebudayaan Indonesia bagian timur, tempat parkir juga di sekitarnya terdapat hotel berbintang dan fasilitas penunjang wisata lainya.
Kuburan Tua Raja-Raja Tallo.
Makam ini dibangun sejak abad ke 18 dengan konstruksi bangunan yang mirip sebuah Candi. Pada bagian dinding makam dihiasi beberapa ayat-ayat Al-Quran dengan tulisan kaligrafi yang indah. Terletak di Jl. Sultan Abdullah kecamatan Tallo, sekitar 7 Km arah utara pusat kota Makassar.
Makam Pangeran Diponegoro.
Pangeran Diponegoro adalah putra sulung dari sultan Hamengku Buwono III Yogyakarta, yang lahir pada tanggal 1 Nopember 1785. Beliau aktif berjuang melawan penjajah di pulau Jawa tahun 1825-1830. Perang bermula dari penolakanya terhadap kebijaksanaan kolonial Belanda yang mengikat pajak dan pola aturan kepemilikan tanah yang tidak adil. Pada tahun 1845 beliau ditangkap dan dipenjarakan di benteng Rotterdam Makassar, kemudian diasingkan ke Manado, setelah beberapa saat di Manado beliau dikembalikan lagi ke Makassar dan wafat tanggal 8 Januari 1855 di Makassar. Terletak di Jl. Diponegoro No.55 kelurahan Melayu Kec. Wajo. Dapat dijangkau dengan berbagai macam kendaraan, dekat dengan pusat perbelanjaan.
Pelabuhan Paotere.
Poetere (pelabuhan tradisional) merupakan tempat persinggahan kapal layar masyarakat Sulawesi yang datang dari berbagai wilayah di Indonesia. Terdapat berbagai macam kapal layar dalam gaya dan bentuknya. Terletak di utara kota Makasar, tersedia tempat parkir, rumah makan tradisional.
Benteng Somba Opu.
Benteng Somba Ompu dibangun oleh Raja Gowa ke IX Daeng Matanre Tumaparisi Kallona pada abad ke XVI (1550 – 1650) yang merupakan pusat kerajaan gowa dan salah satu kota Bandar terbesar di asia tenggara pada masanya. Benteng Somba Opu merupakan peninggalan sejarah dari kerajaan perkasa masa lalu di Sulawesi Selatan, sekarang kawasan ini dijadikan pusat budaya miniatur Sulawesi Selatan dan telah dibangun berbagai rumah adat tradisional dari semua suku / etnis yang ada di Sulawesi Selatan dimana setiap rumah dapat menggambarkan budaya masing-masing. Terletak di sebelah selatan kota Makassar, sekitar 7 Km dari pusat kota Makassar
Makam Syech Yusuf.
Syech Yusuf adalah salah seorang pejuang Muslim yang terkenal khususnya di Sulawesi. Beliau dikenal oleh masyarakat Sulawesi Selatan sebagai Tuanta Salmaka, makamnya dikenal dengan nama Kobbang, beliau dikenal sebagai ulama dan pejuang yang aktif menyiarkan ajaran agam Islam dibeberapa negara. Anehnya makam beliau ditemukan di Afrika selatan, Srilanka, Banten dan Gowa. Makam beliau hampir setiap hari dikunjungi masyarakat untuk berziarah. Terletak di Jl. Syech Yusuf, perbatasan kota Makassar dan kabupaten Gowa.
Museum Balla Lompoa.
Merupakan salah satu bentuk istana rekonstruksi kerajaan Gowa, dalam susunan kayu yang dibangun tahun 1936 dan telah direstorasi pada tahun 1978-1980. Museum ini memiliki ruang utama yang berisi benda pusaka kerajaan Gowa seperti : manuskrip, instrumen musik, pakaian adat, keris, pedang, mahkota emas dan berbagai koleksi alat-alat upacara adat kerajaan. Terletak di Jl. KH Hasyim di pusat kab. Gowa. Terdapat area parkir, rumah adat tamalate, cukup mudah dijangkau dan terdapat pusat perbelanjaan.
Mesjid Tua Katangka
Dibangun pada tahun 1603 yaitu pada masa pemerintahan raja Gowa ke XIV Sultan Alauddin dan dipugar pada tahun 1978 juga merupakan mesjid tertua di Kab. Gowa dan Prop. Sulsel. Di sekitar mesjid terdapat juga makam raja-raja yang sempat berkuasa di beberapa daerah seperti Luwu, Bone dan Kab. Gowa. Terletak di Jl. Syech Yusuf desa Ketangka, Kec. Somba Opu. Tempat ini juga relatif mudah dijangkau dengan berbagai jenis kendaraan.
Perkebunan Buah Markisa.
Buah markisa yang dihasilkan diolah menjadi minuman segar yang bermutu tinggi dan mempunyai rasa khas yang berbeda dengan markisa dari daerah lain. Perkebunan markisa memiliki pemandangan yang indah serta udara yang sejuk, pengunjung dapat mencicipi buah markisa sebelum diolah. Terletak di desa Kanre Apia, sekitar 9 Km dari kota Malino. Di lokasi ini juga terdapat tempat peristirahatan / Villa.
Hutan Wisata Malino.
Tempat istirahat dan rekreasi yang bersuhu cukup dingin sebab berada di ketinggian, selain sejuk udaranya tempat ini juga banyak menghasilkan buah dan sayur-sayuran yang tumbuh di sekitar lereng kota Malino, salah satu gunung yang dapat menjadi objek wisata adalah gunung Bawakaraeng yang dianggap suci bagi sebagian orang. Hutan wisata ini merupakan salah satu objek untuk bersantai dan menghirup udara segar di bawah kerindangan pohon pinus dan panorama alam, tempat ini juga sering dijadikan area perkemahan oleh wisatawan remaja. Terletak sekitar 75 Km dari kota Sungguminasa, tempat ini telah dilengkapi dengan sarana permainan dan tempat parkir yang memadai.
Wisata Pantai Tope Jawa.
Keindahan alam serta hamparan laut di lokasi pemandian telah mengundang banyak pengunjung. Berlokasi di pemandian alam Langkia desa Tope Jawa atau sekitar 14 Km dari kota Takalar. Tempat ini dilengkapi fasilitas parkir, baruga, balai-balai, pelelangan ikan dan tempat berjemur bagi wisatawan.
Pantai Punaga.
Merupakan salah satu objek wisata bahari yang menawarkan keindahan alam pantai tropis dengan pasir putih. Terletak di desa Punaga, kecamatan Mangarabombang. Di lokasi ini juga terletak villa – villa yang dapat anda sewa di sekitar pantai.
Kawasan Loka Camp & Outbound.
Jalan menuju ke lokasi ini penuh kelokan dan mendaki, di sepanjang jalan pengunjung dapat menyaksikan tanaman holtikultura, sayuran yang ditanam di lereng – lereng bukit sehingga menyuguhkan pemandangan yang indah. Kawasan ini berada di ketinggian sehingga berudara sejuk. Terletak di desa Bonto Marannu. Kecamatan Uluera sekitar 24 Km dari kota Bantaeng.
Objek wisata di atas dapat menjadi salah satu penunjang agar Sulawesi Selatan dapat menjadi daya tarik wisata untuk wisatawan lokal maupun wisatawan asing. Hingga saat ini pun kota Makassar telah terkenal dengan objek wisata buktinya jumlah wisatan yang berkunjung ke kota Makassar semakin meningkat tiap tahunnya.
2. Makanan Khas
Coto Makassar atau Soto Mangkasara
Makanan khas makassar yang kaya rempah ini memang sangat terkenal di seluruh penjuru Nusantara bahkan Mancanegara sekalipun, dan banyak orang yang datang ke Makassar pasti pernah mencicipi coto makassar baca resep coto makassar
Sop Saudara
Sekilas memang Sop Saudara sebuah nama makanan yang menjadi identitas, makanan berkuah yang dihidangkan dalam mangkuk tapi jika dilihat lebih dekat dan dirasakan pastilah berbeda. Makanan tradisional khas Kabupaten Pangkep sulawesi selatan ini dapat dijumpai di Makassar. Sop saudara dibuat dari daging sapi, bihun dan kentang goreng yang biasanya dibentuk bola-bola kecil, dan paru sapi yang digoreng, biasanya disajikan bersama dengan nasi putih, ikan bakar, dan telur rebus sebagai tambahan lauknya. Tambahan sebagai pelengkap menu adalah sambal kacang dan irisan Timun, Untuk Membuatnya Baca resep sop saudara
Sop Konro
Sup Konro adalah masakan tradisional khas Indonesia yang berasal dari tradisi Bugis dan Makassar. Sup ini berbahan dasar iga sapi atau daging sapi. Daging sapi direbus bersama dengan bahan lain seperti kayu manis, air asam jawa dan berbagai bahan lainnya. Kemudian tumisan campuran beberapa bumbu masak seperti merica, pala, kacang merah dan bahan lainnya, dituangkan kedalam rebusan iga sapi. Warna gelap sop konro berasal dari buah kluwak yang memang berwarna hitam. Bumbunya relatif “kuat” akibat digunakannya ketumbar. Konro aslinya dimasak berkuah dalam bentuk sup yang kaya rempah-rempah, akan tetapi kini terdapat variasi bakar yang disebut “Konro bakar” yaitu iga sapi bakar dengan bumbu khas konro. Masakan berkuah warna coklat kehitaman ini pada umumnya disajikan atau dimakan bersama nasi putih dan sambal.
Kue Barongko
Kue Barongko adalah makanan penutup khas daerah Bugis-Makassar berupa kue pisang yang sangat lembut. Pisang yang menjadi bahan baku utamanya di olah sedemikian rupa, daging pisang dihaluskan bersama bahan yang lain seperti telur, gula, garam dan susu bubuk, lalu dibungkus memakai daun pisang berbentuk bungkusan pecal. baca resep kue bugis makassar
Makanan khas makassar yang kaya rempah ini memang sangat terkenal di seluruh penjuru Nusantara bahkan Mancanegara sekalipun, dan banyak orang yang datang ke Makassar pasti pernah mencicipi coto makassar baca resep coto makassar
Sop Saudara
Sekilas memang Sop Saudara sebuah nama makanan yang menjadi identitas, makanan berkuah yang dihidangkan dalam mangkuk tapi jika dilihat lebih dekat dan dirasakan pastilah berbeda. Makanan tradisional khas Kabupaten Pangkep sulawesi selatan ini dapat dijumpai di Makassar. Sop saudara dibuat dari daging sapi, bihun dan kentang goreng yang biasanya dibentuk bola-bola kecil, dan paru sapi yang digoreng, biasanya disajikan bersama dengan nasi putih, ikan bakar, dan telur rebus sebagai tambahan lauknya. Tambahan sebagai pelengkap menu adalah sambal kacang dan irisan Timun, Untuk Membuatnya Baca resep sop saudara
Sop Konro
Sup Konro adalah masakan tradisional khas Indonesia yang berasal dari tradisi Bugis dan Makassar. Sup ini berbahan dasar iga sapi atau daging sapi. Daging sapi direbus bersama dengan bahan lain seperti kayu manis, air asam jawa dan berbagai bahan lainnya. Kemudian tumisan campuran beberapa bumbu masak seperti merica, pala, kacang merah dan bahan lainnya, dituangkan kedalam rebusan iga sapi. Warna gelap sop konro berasal dari buah kluwak yang memang berwarna hitam. Bumbunya relatif “kuat” akibat digunakannya ketumbar. Konro aslinya dimasak berkuah dalam bentuk sup yang kaya rempah-rempah, akan tetapi kini terdapat variasi bakar yang disebut “Konro bakar” yaitu iga sapi bakar dengan bumbu khas konro. Masakan berkuah warna coklat kehitaman ini pada umumnya disajikan atau dimakan bersama nasi putih dan sambal.
Kue Barongko
Kue Barongko adalah makanan penutup khas daerah Bugis-Makassar berupa kue pisang yang sangat lembut. Pisang yang menjadi bahan baku utamanya di olah sedemikian rupa, daging pisang dihaluskan bersama bahan yang lain seperti telur, gula, garam dan susu bubuk, lalu dibungkus memakai daun pisang berbentuk bungkusan pecal. baca resep kue bugis makassar
Es Pisang Hijau
Es pisang Hijau adalah hidangan khas dari kota aging mammiri, namun demikian hidangan ini cukup populer dibanyak daerah. Es ini terbuat dari pisang raja atau kepok, paduan pisang dan tepung beras ditambah bubur, sirop dan es serut membuat es ini benar-benar mengugah rasa. Cocok dinikmati saat udara panas. Jadi kata ijo itu bukan menunjukkan bahwa jajanan ini terbuat dari pisang hijau tetapi dari tepung pembungkusnya yang berwarna hijau dari daun pandan.
Gogogso
Gogoso adalah salah satu makanan khas orang bugis makassar yang sangat digemari di Sulawesi Selatan ketika lebaran, selain ketupat lebaran, gogoso pun juga turut meramaikan bersama dengan bersama dengan aneka masakan lainya pada hari-hati biasa, gogoso banyak ditemukan didaerah pantai losari atau dipinggir-pinggir jalan kota makassar biasanya dijajakan oleh pedagang asongan bisanya dijajakan bersama telur asin atau lebih akrab dengan sebutan orang makassar Bayao Kannasa, dan kacang rebus.
Makanan khas Makassar juga sudah sangat terkenal, biasanya makanan khas ini juga muncul pada saat event-event resmi.
3. Ragam Hias Kain
Yang pertama adalah Baju Bodo yang terbuat dari bahan khas dari daerah ini sendiri. baju ini biasa nya di pakai para pengantin yang berasal dari daerah ini sendiri dan tak lupa pula lengkap dengan aksesorisnya yang berupa anting, gelang, dan kalung. Dan baju ini pula bisa juga di pakai dalam acara-acara lain. Dan unik nya lagi baju ini di padukan dengan sarung yang juga bahan yang khas dari daerah ini, sarung ini biasa nya digunakan dengan cara di ikat dengan tali plastik.
Secara umum, ragam
hias tenun khas Sulawesi Selatan dibuat dengan cara tradisional,
yaitu dengan menggunakan peralatan dari kayu dan pewarna alami. Keterikatan
manusia dengan alam dan lingkungan menjadi tema atau simbol yang khas dari tenun
Sulsel.
1. Asal-usul
Sulawesi Selatan
(Sulsel) cukup terkenal dengan hasil seni tenunnya. Perkembangan tenun di
Sulsel bermula dari pemakaian benang sutera yang dihias dengan benang perak dan
emas pada abad ke-15 dan 16 M. Di waktu yang hampir bersamaan, masyarakat di
Indonesia telah membudidayakan tumbuhan murbei dan memelihara ulat sutera
dengan diawali di Palembang dan menyusul kemudian di Tajuncu, Sulsel (Sahriah
dkk., 1990/1991).
Ragam hias tenun
di Sulsel dibuat dengan cara tradisional, yaitu menggunakan peralatan dari kayu
dan pewarna tradisional. Ragam hias tenun Sulsel meliputi tiga corak, yaitu
geometris, antropomorfis (manusia), zoomorfis (hewan), dan floralistis
(tumbuh-tumbuhan). Bentuk berbagai ragam hias tersebut ada yang mengandung
simbol tertentu atau hanya sekadar hiasan bernilai seni. Keterikatan manusia dengan
alam dan lingkungan menjadi tema atau simbol yang khas dari tenun Sulsel
(Sahriah dkk, 1990/1991; Abdul Kahar Wahid, 1988). Tenun Sulsel sebagai salah
satu warisan leluhur masih dijaga kelestariannya sampai saat ini. Para perajin
di pedesaan Sulsel masih memproduksi tenun, baik untuk pakaian keseharian,
keperluan upacara adat, atau untuk dijual.
2. Jenis-jenis
Tenun Sulsel
Tenun Sulsel
terdiri dari beragam jenis, antara lain:
· Lipa Wennang (Sarung Benang Kapas)
Berbahan dasar kapas dan ditenun dengan cara tradisional,
berasal dari Kabupaten Bone. Lipa Wennang bercorak geometris dengan
motif kotak-kotak dan umumnya berwarna hitam dan biru kabur. Pada bagian kepala
sarung, terdapat garis-garis rapat berwarna biru kabur.
· Lipa Garrusu (Sarung untuk Upacara Tradisional)
Berbahan dasar kapas dan ditenun dengan cara tradisional,
juga dari Kabupaten Bone. Tenun jenis ini bercorak geometris dengan motif
segiempat atau kotak-kotak kecil berwarna dasar biru tua. Bagian kepala
bercorak garis-garis vertikal agak jarang dengan warna sama.
· Sekomandi
Berbahan dasar kapas dan ditenun dengan cara tradisional,
paling banyak dihasilkan di Kabupaten Mamuju. Tenun jenis ini bercorak
geometris dengan motif garis-garis, tumpal, mendaer, dan swastika dengan
warna biru, hitam, krem, dan cokelat. Kedua ujung sekomandi dibuat
berumbai dan biasa digunakan untuk selimut.
· Pori Londong
Berbahan dasar kapas dan ditenun secara tradisional
dengan teknik ikat lungsi. Tenun dari Kabupaten Mamuju ini umumnya
bercorak bunga, ketupak, sulur-sulur bunga, dan segitiga pucuk rebung. Berwarna
biru, hitam, dan krem dengan dasar warna cokelat. Kedua ujung tenun ini dibuat
rumbai dan umumnya digunakan untuk taplak meja.
· Sekeng Sirendeng Sipomande
Berbahan dasar kapas dan ditenun secara tradisional,
berasal dari Kabupaten Luwu. Ragam hiasnya geometris garis-garis vertikal
dengan pucuk rebung dan belah ketupat. Warna hitam, biru, dan krem dengan dasar
cokelat. Ujung tenun dibuat berumbai dan biasanya digunakan untuk taplak meja.
· Rundung Lolo
Berbahan dasar kapas dan ditenun secara tradisional, dari
Kabupaten Luwu. Corak ragam hias berupa garis-garis sejajar dengan pucuk rebung
atau gunung berjejer. Warna hitam, biru, dan cokelat kehitaman. Tenun jenis
berfungsi sebagai penutup mayat.
· Pori Situtu
Berbahan dasar kapas dan ditenun secara tradisonal,
berasal dari Kabupaten Luwu. Corak ragam hias berbentuk kali dan swastika serta
kedua ujung jenun dihiasi pucuk rebung. Warna cokelat, hitam, dan krem. Kain
ini umumnya difungsikan untuk alas atau tikar dalam pesta adat karena secara
filosofis menyimbolkan pandangan hidup masyarakat Luwu dalam menjaga kesatuan
suku.
· Tenun Toraja
Berbahan dasar benang katun dan dibuat secara
tradisional. Bercorak ragam hias garis-garis sejajar rapat berwarna kuning,
putih, merah, dan cokelat. Kedua ujung kain dibuat berumbai dan biasanya
digunakan untuk sarung saat upacara adat di Tana Toraja.
· Pesambo
Berbahan dasar benang katun dan dibuat secara
tradisional. Bercorak ragam hias teknik songket berupa belah ketupat di mana
bagian tengahnya dipagari garis vertikal dan horisontal berwarna kuning, putih,
di atas warna merah. Kain ini biasa digunakan untuk taplak meja oleh masyarakat
Tana Toraja.
· Kain Toraja
Berbahan dasar benang katun dan dibuat secara tradisional.
Bercorak ragam hias teknik ikat berupa kepala kerbau dan belah ketupat. Warna
cokelat, hitam, biru, dan krem. Kain ini biasa digunakan untuk penutup jenazah
oleh masyarakat Tana Toraja.
· Sarung Sutera Mandar
Berbahan dasar benang sutera dan ditenun secara
tradisional. Beragam hias garis vertikal warna hijau, kuning, merah, benang
emas di atas dasar warna cokelat. Pada bagian kepala sarung, diberi hiasan
tangkai bunga dengan teknik ikat pakan. Kain biasa digunakan saat
upacara adat atau untuk bepergian. Kain ini banyak diproduski oleh masyarakat
Polmas.
· Gambara
Tenun jenis ini berbahan dasar benang katun dan dibuat
secara tradisional, berasal dari Bulukumba. Bercorak ragam hias teknik ikat
pakan dan lungsi berupa geometris yang dipadukan dengan bunga-bunga.
Pada bagian kepala kain, dihias dengan pucuk rebung berhadap-hadapan warna
merah hati, kuning, putih, jingga, dan hitam. Gambara dicetak dan tiga
jenis ragam hias berbeda. Kain ini biasanya digunakan untuk penutup jenazah.
· Sarung Kajang
Tenun jenis ini mirip dengan jenis Lipa Garrusu dari
Kabupaten Bone, namun yang ini berasal dari Kajang, Bulukumba.
· Sarung Sutera
Tenun ini berbahas dasar sutera dan ditenun dengan cara
tradisional. Ragam hias dibuat dengan teknik ikat pakan berupa cobo-cobo
(segitiga berjejer) berwarna biru muda dan biru tua. Kain ini biasanya
digunakan untuk upacara adat di Kabupaten Gowa dan diproduksi dalam berbagai
ragam hias dan corak dari Wajo.
· Sarung Curak Cinta
Tenun jenis ini berasal dari Kabupaten Bantaeng dengan sarung
berbahan katun dan ditenun secara tradisional. Beragam hias geometris berupa
kotak-kotak kecil warna merah. Kain ini merupakan pakaian perempuan saat
upacara adat.
· Sarung Samarinda
Tenun ini merupakan produk lain dari Kabupaten Wajo.
Berbahan benang katun dan umumnya ditenun secara tradisional, tenun ini memilik
ragam hias dengan bentuk garis-garis berpadu bunga-bunga dengan teknik ikat
pakan. Oleh masyarakat Wajo, kain ini biasa digunakan untuk bepergian. Sarung
Samarinda dicetak dalam tiga model dengan ragam hias yang berbeda.
3. Bahan dan Cara
Pembuatan
Bahan yang
digunakan untuk membuat tenun di Sulsel meliputi benang dari kapas, benang
katun, benang emas, benang wol, dan benang sutera. Sedangkan peralatan yang
dibutuhkan meliputi alat dari kayu untuk mengulur, menggulung, dan menyusun
benang, serta untuk mengatur dan menyelipkan benang tenun songket, menggulung
kain yang sudah ditenun, dan tempat kaki berpijak. Bahan lain yang perlu
disiapkan adalah pewarna tradisional, seperti kesumba (nila) dan daun kabuau
untuk warna hitam. Daun kabuau direbus kemudian bahan yang akan diwarnai
dicelupkan ke dalam rebusan.
Untuk cara
pembuatan, tenun Sulsel umumnya menggunakan dua teknik desain, yaitu pakan
dan lungsi. Dalam perkembangannya, keduanya ditambah teknik songket.
Cara membuatnya dengan menyisipkan benang tambahan di atas dan di bawah
silangan benang lungsi dan benang pakan sesuai pola corak ragam
hias yang diinginkan. Penambahan benang dilakukan dengan cara mengangkat atau
mencungkil beberapa helai benang lungsi dan menyisipkannya di antara
rongga jalinan benang pakan dan benang lungsi.
4. Fungsi Tenun
Sulsel
Tenun Sulsel memiliki banyak fungsi sesuai dengan daerah asalnya
masing-masing. Meskipun demikian, secara umum, tenun Sulsel di antaranya
berfungsi untuk pakaian sehari-hari, pakaian upacara adat, penutup jenazah,
alat denda dalam hukum adat, pelengkap perkawinan adat, dan untuk bepergian.
5. Nilai-nilai
Tenun Sulsel mengandung nilai-nilai tertentu bagi kehidupan masyarakat
setempat, antara lain:
·
Ekonomi. Tenun
Sulsel dibuat tidak hanya untuk konsumsi pribadi, namun juga untuk dijual.
Harga tenun yang berbahan dasar emas dan sutera dikenal mahal. Dengan corak
tertentu, selembar kain tenun Sulsel bisa dihargai hingga jutaan rupiah. Secara
ekonomi, hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Sulsel.
·
Pelestarian
tradisi. Tenun Sulsel merupakan peninggalan leluhur yang berharga. Hingga kini,
keberadaan tenun Sulsel masih cukup terjaga. Keterjagaan tenun Sulsel ini juga
didukung oleh pelaksanaan upacara adat yang sering menggunakan kain tenun.
·
Simbol. Nilai ini
tercermin dari penggunaan ragam hias yang oleh masyarakat Sulsel untuk
perlambangan sesuatu. Bunga dan bentuk geometris dipercaya menyimbolkan
semangat tertentu dalam hidup orang Sulsel.
·
Seni. Ragam hias
dan tenun sendiri merupakan seni. Tanpa mempunyai jiwa seni, orang Sulsel tidak
mungkin dapat menciptakan kain tenun yang indah dilihat dan nyaman dipakai.
·
Kelas sosial. Bagi
masyarakat Sulsel, memakai tenun adalah sebuah kebanggaan dan menyatakan
identitas status sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
Dapat kita liat juga salah satu contoh lagi budaya daerah Makassar telah beradaptasi dengan budaya modern. Pada acara IPMI Trend Show 2012 di Jakarta. Modernisasi baju bodo dan detail kain bagian depan terlihat dalam rancangannya yang bertema ‘Swaga Loka’. Simak saja perpaduan kain sarung khas Sulawesi Selatan dan kebaya polos berornamen. Bahan yang digunakan antara lain tenun, sifon, organdi, brokat, dan sutra. Pada kesempatan itu, Era menggandeng desainer sepatu, Marista Santividya. Kolaborasi antara alas kaki yang dikenakan dengan desain baju etnik memberi warna tersendiri. Era menutup pergelarannya malam itu dengan kain sarung yang dibuat menjadi busana dodot (pengantin basahan Jawa), lengkap dengan aksesori,rangkaian Melati dan sanggul Jawa. Era menyebut koleksinya ini sebagai Beusan, percampuran budaya Sulawesi Selatan dan Jawa.
Posting Komentar